Mencetak Petani Muda - "DiDo Nogata BAKISAN"
Headlines News :
Home » » Mencetak Petani Muda

Mencetak Petani Muda

Written By GDE NOGATA on Minggu, 20 Mei 2018 | 19.46

Maya Skolastika Mencetak Petani Muda

Oleh : Kornelis Kewa Ama

Harian Kompas, 21 Mei 2018



KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Maya Skolastika Boleng

Maya Skolastika Boleng adalah sarjana sastra Inggris. Tapi ia tidak memilih menekuni ilmu itu. Ia justru memilih menjadi petani. Jalan yang dipilih tidak keliru. Ia bisa menjadi petani muda yang sukses. Kini ia giat mengedukasi anak muda lainnya untuk bertani.

Februari lalu, Maya membagi pengalamannya kepada 200 anak muda di Kota Kupang. Ia menceritakan, tahun 2008 mulai terlibat dalam pertanian organik di Pacet, Mojokerto, Jawa Timur.
Sebenarnya, keinginan untuk menjadi petani sudah tumbuh di hati Maya sejak ia kecil. Tetapi atas dorongan orangtua, ia menekuni pendidikan sastra Inggris.

“Semester V saya dapat pelajaran tentang pertanian organik. Dari situ, ketertarikan saya untuk bertani kian besar,” katanya. Semester berikutnya, Maya mulai merealisasikan keinginannya terjun ke dunia pertanian organik. Sambil kuliah, ia bekerja sebagai petani di lahan kering. Ia menyewa lahan warga, di Pacet, Mojokerto seluas 3.000 meter persegi. Ia pun memilih menetap di Desa Trawes.

Saat itu, ada  10 anak muda yang ingin bergabung dengan pertanian organik Maya. Mereka terdiri dari anak-anak muda mulai lulusan SD, SMA, hingga sarjana. Minat dan semangat mereka untuk mengelola pertanian organik sangat besar sehingga tak ada alasan bagi Maya untuk menolak mereka.
Di masa awal merintis pertanian organik, Maya mengaku tidak tahu sama sekali cara bertani dan tidak paham bisnis pertanian. Untuk mengatasi hal itu, ia sedikit demi sedikit belajar dari internet.
Usahanya tidak sia-sia. Pada 2009, Maya dan kelompok tani mudanya sudah mampu memproduksi sayur mayur, buah, dan bumbu organik berkualitas baik. Produk pertanian organik mereka pun bisa tembus ke tujuh supermarket di Surabaya. Berikutnya, permintaan terus meningkat. Sayangnya, usaha tersebut tidak berjalan secara kontinyu karena keterbatasan dana.

Kembali bertani
Tahun 2012, Maya memutuskan pergi ke Denpasar dan  bekerja di salah satu perusahaan biro perjalanan dan wisata. Setelah enam bulan bekerja, Maya merasa tidak betah. Ia memutuskan kembali ke Mojokerto untuk meneruskan pertanian organik yang telah ia rintis di lahan seluas 3.000 meter persegi.

Belajar dari kegagalan pertama,  ini Maya dan teman-teman petani mudanya  lebih fokus menjadikan pertanian sebagai pekerjaan tetap.  Dalam waktu setahun, pertanian organik itu berkibar lagi. Tahun 2013, mereka sudah bisa memasok sayuran mayur, buah-buahan, dan bumbu dapur organik ke hotel-hotel.

Jika mereka punya pekarangan rumah, mereka bisa  memanfaatkannya untuk pertanian organik
Mereka  lantas menggarap pasar rumah tangga. Usaha itu berhasil. Kini Maya dan kawan-kawan bisa memasok aneka produk pertanian organik ke 1.200 rumah tangga yang menjadi langganan tetap mereka.

Proses produksi dilakukan per tiga bulan. Ketika musim panen tiba, dua kali seminggu mereka panen. Hasil panen langsung dikirim ke pasar swalayan dan rumah tangga. Setiap   pengiriman sekitar  70-80 kilogram.

Munculnya pelanggan rumah tangga dalam jumlah banyak mendorong kelompok petani muda itu bekerja dan belajar berbisnis lebih serius. Mereka juga berupaya memberi pelayanan tambahan, mereka mengajarkan para pelanggan rumah tangga cara bertani organik. “Jika mereka punya pekarangan rumah, mereka bisa  memanfaatkannya untuk pertanian organik,” kata Maya.
Menurut Maya, saat ini pasar sayur dan buah-buahan organik sudah terbangun seiring kesadaran orang untuk hidup sehat. Tinggal bagaimana ia bersama rekan-rekan bekerja keras memasok kebutuhan pasar.

Menularkan keahlian
Selain bertani, Maya bekerja keras mengedukasi anak-anak muda untuk terjun ke dunia pertanian. Selain di Pacet, Mojokerto, ia juga mendampingi kelompok anak muda di Jombang. Di Jombang ada satu kelompok anak muda beranggotakan 25 orang. Kelompok ini juga  melibatkan  20-an ibu-ibu muda untuk terlibat dalam pertanian organik.



KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Maya Skolastika Boleng, anak muda yang memutuskan untuk terjun bertani. Ia menjadi duta petani yang berusaha menarik anak muda lain untuk bertani.

“Saya membantu manajemen kelompok ini. Kadang saya ke Jombang, kadang mereka yang berkunjung ke Pacet untuk studi banding langsung di lapangan,” kata Maya.
Secara total, lanjut Maya, ada lima kelompok anak muda yang diajak Maya untuk bertani organik. Tetapi hanya dua kelompok yang benar-benar serius ingin maju dan sukses. Jumlah total anggota kedua kelompok itu adalah  85 orang, tidak termasuk ibu-ibu yang dilibatkan. Kedua kelompok itu satu di Jombang, satu lagi di Mojokerto.

Tiga kelompok lagi belum serius. Mereka masih dalam proses pembelajaran. Maya berupaya terus memberi  pemahaman tentang pertanian organik kepada mereka. Hal yang sama dilakukan anak-anak muda yang telah sukse bertani organik. Mereka berupaya menarik puluhan anak muda di sekitarnya untuk menjadi petani.

Maya gembira karena  minat anak-anak muda untuk terjun ke  bidang pertanian  menguat dibanding 10 tahun lalu, terutama di tempat Maya tinggal dan bekerja. Saat itu, anak-anak muda sama sekali tidak tertarik pada pertanian, bahkan berbicara tentang pertanian pun mereka tidak suka.
Padahal, lanjut Maya, bertani itu tanggung jawab semua orang. Tetapi banyak orang menyangkalnya. Karena itu ia hadir, mengajarkan mereka untuk menjadi petani yang sukses. Atas dedikasinya itu, Maya memdapat penghargaan sebagai duta petani muda dari Oxfam Indonesia 2016.

Kini, ia semakin sibuk. Tidak hanya mengolah lahan pertanian miliknya, tetapi juga harus pergi ke mana-mana untuk mengajak kaum muda untuk bertani, termasuk anak-anak muda di Kupang, NTT.
Sebagian petani  berkekurangan karena lahan terbatas (buruh tani)  dan minim kecakapan dalam menjual hasil pertanian. Mereka belum paham sistem pertanian dasar, yakni rantai pasok dan  rantai nilai.

Kebijakan pemerintah mengimpor pangan akhir-akhir ini, menurut Maya, bisa diredam, jika pemerintah serius mengajak masyarakat mengonsumsi pangan lokal. Selama ini, pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan penduduk diukur dengan ketersediaan beras. Padahal, pangan lokal di setiap daerah sangat banyak.

Maya menolak anggapan bahwa sebagian besar petani Indonesia miskin. Petani identik dengan kesederhanaan. Jika hati congkak, tanaman tidak akan tumbuh.   “Sebagian petani  berkekurangan karena lahan terbatas (buruh tani)  dan minim kecakapan dalam menjual hasil pertanian. Mereka belum paham sistem pertanian dasar, yakni rantai pasok dan  rantai nilai. Ini yang saya ajarkan kepada petani muda binaan saya,” katanya.

Ibarat rantai sebuah sepeda, tidak bisa didorong tetapi harus ditarik. Pasar  memiliki kemampuan menarik rantai ini dan petani sebagai produsen akan terdorong untuk mempercepat  usaha. Lantas, kehidupan mereka pun terangkat.


Maya Skolastika Boleng
Lahir:  Flores Timur, 11 Juni 1985
Pendidikan:
– Sastra Inggris Universitas Negeri Surabaya (2010)
Penghargaan:
– Duta Petani Muda Pilihan Oxfam Indonesia 2016

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. "DiDo Nogata BAKISAN" - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template