Habib Bourguiba - "DiDo Nogata BAKISAN"
Headlines News :
Home » » Habib Bourguiba

Habib Bourguiba

Written By GDE NOGATA on Minggu, 20 Mei 2018 | 23.32

KREDENSIAL

Habib Bourguiba

Oleh : Trias Kuncahyono

Harian Kompas, 15 Oktober 2017



HANDINING
credit=”handining

Sayang sekali, kami tidak sempat mengunjungi Monastir, sebuah kota yang terletak di pantai timur Tunisia. Jarak antara Tunis, ibu kota Tunisia, dan Monastir sekitar 165 kilometer. Padahal, sebenarnya, mengunjungi Tunisia harus pula pergi ke Monastir. Di kota pelabuhan terbesar kelima di Tunisia ini setelah Tunis, Sfax, Sousse, dan Bizerte ada mausoleum Habib Bourguiba, presiden pertama Tunisia (1957-1987).

Habib Bourguiba dimakamkan di kota ini karena ia memang lahir di Monastir. Dengan dimakamkan di kota kelahirannya, Bourguiba benar-benar kembali ke bumi tempat dari mana ia berasal. Beda dengan Mustafa Kemal Atatürk. Ia dilahirkan di Istanbul, tetapi meminta dimakamkan di Ankara. Namun, pemakaman Atatürk di Ankara bukan tanpa arti: sebagai simbol pemisahan antara zaman Ottoman dan zaman Republik.

Karena tidak mengunjungi Monastir, yang sering disebut sebagai ”kota pasir” karena musim panasnya panjang dan menebarkan udara yang sangat panas pula, kami juga tidak mengunjungi mausoleum Habib Bourguiba. Dengan demikian, kami tak bisa membandingkan mana yang lebih megah, mausoleum Habib Bourguiba atau mausoleum Atatürk atau mausoleum Lenin di Moskwa, yang pernah kami kunjungi.

Rakyat Tunisia, memang, menghormati Bapak Bangsanya: Habib Bourguiba. Namanya, antara lain, diabadikan menjadi nama bulevar di tengah kota Tunisi. Bulevar Habib Bourguiba merupakan jantung politik dan ekonomi Tunisia. Di bulevar ini pula, enam tahun lalu, pecah revolusi yang berakhir dengan tumbang dan kaburnya Presiden Zine al-Abidine Ben Ali yang telah berkuasa di negeri itu selama 23 tahun.

***

Habib Bourguiba adalah nama besar. Di istananya, ketika masih berkuasa, Bourguiba senang menunjukkan kepada para tamunya foto empat tokoh besar dari Afrika Utara yang sangat ia kagumi. Pertama, Hannibal (247-183 SM) dari Carthage (Khartago), komandan terbesar di zamannya. Hannibal pernah membawa pasukannya menyerang Saguntum, sebuah kota merdeka di Spanyol yang bersekutu dengan Roma (219 SM). Serangan ini yang kemudian menjadi awal pecahnya Perang Phunisia Kedua (218-201). Dalam penyerbuan ke Roma, menurut sejarawan dan negarawan Yunani, Polybius (200-118 SM), Hannibal mengerahkan 90.000 infanteri, 12.000 kavaleri, dan hampir 40 gajah. Namun, serangan itu gagal.

Kedua, St Agustinus yang juga disebut St Agustinus dari Hippo (354-430). St Agustinus tidak berasal dari Tunisia, tetapi Algeria. Bourguina sangat mengaguminya. St Agustinus adalah Bapak Gereja, doktor Gereja, dan sering disebut sebagai pemikir besar Gereja setelah St Paulus. Karya tulisnya meliputi 113 buku, 218 pucuk surat, dan 500 buah khotbah. Tulisan-tulisannya itu hingga kini dianggap oleh para ahli filsafat dan teologi sebagai sumber penting dari pengetahuan rohani. Semua kebenaran iman Kristiani diuraikan secara tepat dan mendalam sehingga mampu menggerakkan hati orang.

Sebagai seorang uskup, Agustinus sangat menaruh perhatian besar kepada umatnya, terutama yang miskin dan melarat. Dia mendirikan asrama dan rumah sakit pertama di Afrika Utara demi kepentingan umatnya.

Ketiga, Jugurtha (160-104 SM). Ia adalah Raja Numidia (118- 105) yang berjuang untuk membebaskan Afrika Utara dari kekuasaan Romawi. Tidak jelas mengapa Bourguiba mengagumi Jugurtha yang oleh Senat Roma dinyatakan sebagai tidak kompeten dan korup serta dianggap memberikan sumbangan pada jatuhnya Republik Roma.

Keempat, Ibn Khaldun. Dia adalah tokoh besar asal Tunisia, seorang filsuf, sejarawan, ekonom, penyair, juga sosiolog.

Ibn Khaldun (1332-1406) pernah menjadi Perdana Menteri  Mesir dan tentara. Salah satu buku terkenal karya Ibn Khaldun adalah Al-Muqqaddimah atau The Muqaddimah atau sering disebut sebagai Muqaddimah of Ibn Khaldun, Pengantar Ibn Khaldun.

***

Yang menarik, di atas keempat foto yang berjajar itu, ada satu foto yang berukuran lebih besar, yakni foto Habib Bourguiba (The Economist:2000). Aneh, memang. Namun, itulah Bourguiba yang sering disebut sebagai tokoh flamboyan dan orator ulung. Bourguiba memang tidak dikenang sebagai orang suci, tetapi rakyat Tunisia mengenangnya sebagai presiden yang memerdekakan Tunisia dari penjajahan Perancis.

Setelah Tunisia merdeka, Bourguiba menghapus poligami, melegalisasi aborsi, dan memberikan banyak kebebasan kepada kaum perempuan, antara lain mengizinkan kaum perempuan untuk membuat perjanjian atas perkawinan mereka, menuntut perceraian, dan menikah dengan lelaki non-Muslim (belum lama diterbitkan undang-undang tentang hal itu, yang mengizinkan kaum perempuan menikah dengan laki-laki yang dicintainya terlepas dari latar belakang mereka). Kebebasan perempuan Tunisia hingga kini belum tersamai oleh negara-negara lain di Timur Tengah. Dalam satu dasawarsa setelah Tunisia merdeka, dua pertiga rakyatnya melek huruf.

Namun, Bourguiba menjadi lupa diri setelah semua kekuasaan berada di tangannya. Pada awal 1960-an, setelah memegang semua kekuasaan, ia ditanya tentang sistem politik Tunisia. ”Sistem? Sistem apa?” katanya sambil tertawa-tawa. ”Saya adalah sistem.” Apa yang ia katakan mengingatkan apa yang pernah diucapkan Raja Perancis Louis XIV yang menurut cerita mengatakan, ”l’état, c’est moi’” (Saya adalah negara). Meskipun menjelang meninggalnya, sambil berbaring di tempat tidur, Louis XIV mengatakan, ”Je m’en vais, mais l’État demeurera toujours.”, Saya pergi, tetapi negara akan selalu tetap ada.”

***

Bourguiba yang pada 1975 dinyatakan sebagai presiden seumur hidup harus melepaskan kekuasaannya pada 1987. Ia disingkirkan oleh PM Zine al-Abidine Ben Ali. Ben Ali membentuk dewan dokter yang terdiri atas tujuh orang. Para dokter ini menyatakan, Bourguiba sudah sakit-sakitan, pikun, dan tidak kompeten lagi memerintah. Inilah cara Ben Ali menyingkirkan Bourguiba.
Setelah disingkirkan, Bourguiba dikenai tahanan rumah sampai meninggalnya 13 tahun kemudian (mengingatkan nasib yang dialami Bung Karno).

Sayang, kami tidak mengunjungi mausoleumnya yang di pintunya bertuliskan, ”Pembebas Kaum Perempuan, Pembangun Tunisia Modern.” Sementara Ben Ali yang disingkirkan rakyatnya lewat revolusi dikenal sebagai presiden korup, yang membiarkan nepotisme, kolusi, dan otoriter.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. "DiDo Nogata BAKISAN" - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template