Teknologi
Tradisional
oleh : Ahmad
Arif
Harian Kompas Cetak | Selasa, 11 Agustus
2015
Sebagai warisan
budaya yang diakui UNESCO, pengetahuan kita tentang keris cenderung sangat
kurang. Kalaupun keris didiskusikan, biasanya aspek bentuk, pamor, dan
mistiknya. Padahal, senjata ini juga bisa dilihat sebagai produk budaya yang
menandai kemajuan ilmu dan teknologi metalurgi masyarakat Nusantara di masa
lalu.
Sebagai sebuah produk
budaya, keris menyebar di hampir seluruh Nusantara, utamanya di Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, Jawa, dan Madura, dengan berbagai
variasi penyebutan. Bahkan, keris juga ditemui di Malaysia, Thailand, dan
Filipina.
Aneka variasi keris
dan senjata pusaka lain dari berbagai daerah di Nusantara ini yang akan
dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta pada 11-16 Agustus 2015. Sebagian besar
yang dipamerkan adalah senjata pusaka masyarakat pesisir. Selain itu juga akan
digelar sarasehan dan diskusi tentang keris bahari.
Budaya Nusantara
Asal-usul keris
hingga sejauh ini masih menjadi perdebatan. Sebagian menyebutnya berasal dari
Jawa, misalnya Bambang Harsrinuksmo dalam Ensiklopedi Keris (2004).
Namun, sebagian menyebutnya berasal dari budaya Melayu, seperti Sir Thomas
Raffles dalam The History of Java (1817). Yang jelas, UNESCO telah
menyebut keris sebagai a distinctive, asymmetrical dagger from Indonesia.
Penyebaran keris yang
meluas menunjukkan bahwa teknologi ini pernah dipertukarkan secara intensif
melalui kegiatan pelayaran di masa lalu. Bukan hanya teknik pembuatannya yang
dipertukarkan, logam untuk membuat keris juga merupakan komoditas pelayaran
yang penting. Misalnya, besi Luwu (Sulawesi Selatan) yang dikenal sebagai bahan
pamor keris diperdagangkan ke Jawa (Majapahit) sejak abad ke-14 (Ian Caldwell,
1998), dan masih terjadi hingga tahun 1930-an (Harsrinuksmo, 2004).
Menurut sejarawan
Bugis, Edward L Poelinggomang, besi Luwu diekspor melalui Teluk Bone, dan
menjadi komoditas penting bagi pelaut Bugis dan Jawa. "Selain pedagang
Majapahit, pedagang dari Buton juga mengambil bijih besi dari Luwu dan
membangun industri besi di Kepulauan Tukang Besi, sekarang dikenal dengan nama
Kabupaten Wakatobi," katanya.
Tak hanya besi Luwu,
beberapa wilayah lain di Nusantara juga tercatat memiliki kekayaan material
bahan baku. Misalnya, Minangkabau yang disebut memiliki "Gunung Besi"
dan telah ditambang selama berabad-abad sebelum datangnya era industri besi
modern oleh Belanda pada abad ke-18.
Seperti disebutkan
Marsden (1783), para perajin Minangkabau "sejak dari dulu sekali sudah
membuat persenjataan untuk digunakan sendiri dan untuk memasok penduduk bagian
utara dari pulau tersebut". Demikian halnya, Bangka dan Belitung telah
mengekspor besi serta perkakas besi melalui penguasa di Palembang (Tome Pires,
1515). Sementara Kerajaan Pajajaran di Jawa Barat sebelum tahun 1500 telah
menambang bijih besi yang mengandung titanium dari pegunungan Jawa barat daya
(Anthony Reid 2014).
Spesifikasi besi yang
bervariasi ini rupanya telah dikenali para empu, pembuat keris, sejak lama. Hal
ini misalnya termaktub dalam Serat Paniti Kadgo (1929), yang pada bab
pertama mendeskripsikan karakter sedikitnya 20 jenis besi bahan keris.
"Deskripsi Serat
ini menunjukkan penguasaan masyarakat tradisional tentang besi, yang merupakan
dasar penting bagi metalurgi keris," kata Jimmy S Harianto, pemerhati dan
kolektor keris. "Sayangnya, teknologi pembuatan ini jarang dipelajari
lagi. Kebanyakan masyarakat sekarang melihat keris hanya dari segi bentuknya
atau malah mistik. Kalaupun ada yang meneliti aspek ilmu dan teknologinya,
justru orang asing."
Teknologi metalurgi
Sebagai bagian dari tosan
aji (senjata pusaka), keris dianggap unik karena berhasil memadukan seni
mengolah besi sehingga menghasilkan produk yang memiliki dimensi fungsional
(kuat, ringan, dan tajam), namun juga memiliki tampilan menawan. Kuat tetapi
ringan, dan ketajaman keris biasanya diperoleh dari lapisan besi dan baja yang
ditempa melalui proses berlapis. Tampilannya yang elok diperoleh dari besi
pamor, yang dicampurkan ke dalam bilah ini melalui berbagai teknik.
Penelitian yang
dilakukan ahli fisika nuklir, Haryono Arumbinang, terhadap sejumlah keris di
Jawa kuno menemukan pamor dalam senjata pusaka ini memiliki kandungan besi (Fe)
dan arsenikum (As). Selain itu, unsur yang dominan dijumpai adalah titanium
(Ti). Adapun nikel (Ni) juga dijumpai pada bilah walaupun frekuensinya tidak
sebanyak Ti. Dalam dunia modern, titanium dan nikel dikenal sebagai logam
berkualitas tinggi karena sifatnya yang kuat, ringan, dan tidak berkarat.
Titanium menjadi bahan pembuat pesawat dan menjadi bahan mahal.
Menariknya, pengujian
yang sama terhadap perkakas sabit (alat pertanian) kuno ternyata tidak
menemukan unsur Ti, hanya Fe dan Mn, sehingga disimpulkan bahwa penggunaan
unsur Ti dan Ni untuk keris merupakan kesengajaan. "Kiranya tidak
berlebihan apabila dikatakan bahwa para empu di masa lalu telah mengenal dan
melakukan ilmu paduan logam untuk memperbaiki mutu bahan," tulis
Arumbinang (1996).
Kecanggihan metalurgi
ini menghasilkan masyarakat Nusantara di masa lalu yang dikenal sebagai salah
satu produsen senjata bermutu. Seperti dicatat Tome Pires (1515), hasil
kerajinan besi Jawa dikenal indah, utamanya keris dan pedang, yang diekspor
sampai ke India.
Berada di persilangan
tumbukan lempeng benua, Nusantara merupakan negeri dengan geologi ekstrem. Hal
ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah gunung api-mencapai 127 gunung api yang
merupakan jumlah terbanyak di dunia. Keaktifan geologi inilah yang juga memicu
negeri ini kerap dilanda gempa bumi dan tsunami. Namun, setting geologi
ini pula yang menyebabkan negeri ini memiliki kekayaan mineral logam, seperti
emas, perak, besi, nikel, timah, dan titanium.
Masyarakat
tradisional Nusantara terbukti memiliki ilmu dan teknologi memanaskan batu
hingga menjadi perkakas logam sehingga bisa menyejajarkan diri dengan
bangsa-bangsa besar lain di dunia. Namun, jika kita melihat situasi terkini,
kebanyakan mineral alam yang dihasilkan negeri ini lebih banyak diekspor dalam
bentuk mentah, yang menunjukkan ada kemunduran peradaban.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !