Di Antara Dua Gunung - "DiDo Nogata BAKISAN"
Headlines News :
Home » » Di Antara Dua Gunung

Di Antara Dua Gunung

Written By GDE NOGATA on Selasa, 28 Juli 2015 | 18.39

CATATAN MINGGU
BRE REDANA
Harian - Kompas Cetak | 26 Juli 2015
Bagaimanakah Indonesia dibayangkan oleh sebagian besar orang? Ya, dua gunung bersanding, terdapat bulatan di tengahnya, lalu di depan ada perspektif berupa jalan dengan sawah di kiri kanan. Zaman berubah, tetapi banyak orang tetap akan menggambar seperti itu kalau diminta melukis pemandangan.
Sama halnya kalau mereka diminta melukiskan jati diri atau kebudayaan Indonesia. Mereka akan menyebut Indonesia negeri kaya, berbineka, terdiri dari ribuan pulau, suku, etnis, dan bahasa daerah. Budayanya luhur, penduduknya paling ramah sedunia.
Kebetulan saya menjadi salah satu juri lomba penulisan esai yang diselenggarakan sebuah kementerian. Tema: budaya damai. Di antara ratusan karya, hampir seragam sebagian besar memulai penggambaran mengenai Indonesia seperti di atas.
Terusiknya kedamaian, atau problem dari suasana damai, terjadi ketika masuk budaya asing. Nah, apa itu budaya asing? Siapa yang mereka anggap asing? Barat, maksudnya lebih kurang Eropa dan Amerika. Tak tersebutkan wilayah dunia yang lain, taruhlah Timur Tengah. Barat-lah perusak dan pengganggu jati diri bangsa. Globalisasi dianggap sebagai bencana meski karena globalisasi kenyataannya manusia-manusia miskin dari pelosok pedesaan dimudahkan menjadi pembantu di luar negeri.
Pendidikan kita, sebagaimana anak- anak dari Sabang sampai Papua diajari menggambar dua gunung, telah menghasilkan otak yang statis. Tentang dua gunung itu, selain di beberapa tempat, terutama di Jawa, merupakan pemandangan yang niscaya sulit dijumpai.
Hanya saja, dia telah menjadi mitos. Serupa mitos mengenai keberagaman, dari pikiran yang sejatinya seragam, persis hasil cetakan kue apem. Mitos mengaburkan realitas, seperti orang masih percaya, jalanan Jakarta tidak macet pada seputar Lebaran. Ah, siapa bilang....
Lalu, kita kaget—atau pura-pura kaget—ketika di daerah yang secara geografis jauh dari pusat kekuasaan terjadi kasus yang tidak mencerminkan semangat keberagaman. Lah, bukankah di depan hidung pusat kekuasaan sendiri sehari-hari terlihat gejala bagaimana kelompok-kelompok anti keberagaman hendak memaksakan kehendak? Dengan melakukan sweeping, pemblokiran tempat ibadah, dan perusakan. Untuk hal ini, kita sama-sama melihat, otoritas kekuasaan terkesan cuek, pura-pura tidak tahu.
Mitos membikin kita suka membohongi diri sendiri, memanipulasi diri sendiri, menciptakan apa yang oleh para penggagas yang tertarik dengan soal representasi disebut sebagai simulakra. Dunia virtual teknologi digital menyuburkan superioritas simulakra alias kenyataan gadungan. Ha-ha, jadilah kita terjeblos memilih pemimpin karena termanipulasi citra yang direpresentasikan teknologi digital.
Otak, atau memori—sebagaimana prinsip dunia digital—memang sangat berkemungkinan untuk diprogram, direkayasa. Khusus pada manusia, selain mudah direkayasa, memori bahkan sanggup memanipulasi dirinya sendiri.
Begitulah cara kerja atau anggaplah sebagian misteri otak (mind). Itu pula yang agaknya disadari para penggiat hak asasi manusia mengenai kejahatan negara di masa lalu. Mereka mengajak orang melawan lupa. Sementara sebagian besar yang pernah menjadi korban kekerasan politik, misalnya, dikarenakan pahit dan traumatiknya pengalaman, memilih menolak ingat.
Bagaimana agar diri kita tidak termanipulasi oleh memori, oleh otak? Perlu pengondisian otak, sama seperti diperlukannya pengondisian tubuh. Otak diselaraskan dengan tubuh, tubuh diselaraskan dengan otak. Sederhananya: menyatukan kata dan perbuatan.
Hati-hati, kita semua, dari kalangan jelata sampai pemimpin, terancam menjadi pribadi yang terpecah. Terapi psikiatris untuk jutaan manusia sekaligus mustahil dilaksanakan. Yang harus dilakukan—yang semua orang tahu, kecuali pemerintah: tegakkan hukum, tegakkan law and order.


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. "DiDo Nogata BAKISAN" - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template