DAYA UPAYA
Harian Kompas Cetak |Minggu, 11
Oktober 2015
Berapa banyak kita membutuhkan—dan membuang—kantong plastik setiap hari? Sebagian besar langsung menjadi pencemar beracun bagi lingkungan. Inovasi ”plastik” yang dibuat dari tepung singkong memberi harapan baru.
KOMPAS/NUR
HIDAYATI "Plastik" terbuat dari singkong
Ocean Conservancy
bekerja sama dengan McKinsey Center for Business and Environment
memperhitungkan, pada tahun 2025, akan terdapat 1 ton sampah plastik pada tiap
3 ton ikan tuna di lautan dunia (Kompas, 7/10). Racun dari
sampah plastik itu juga bakal tersaji di meja makan pada menu ikan laut yang
kita masak.
Fakta tentang sampah plastik yang menggelisahkan ini mungkin
terabaikan apabila kita tidak berpikir tentang keberlanjutan lingkungan dan
kesehatan diri sendiri. Apalagi, kesehatan anak cucu kita. Namun, Betty
Nurbaiti menolak mengabaikan persoalan lingkungan dan kesehatan itu. Pada 2011,
ia mendirikan Bio Sentra Indonesia untuk memasarkan kantong ”plastik” yang 100
persen tidak mengandung biji plastik. Kantong ini sepenuhnya dibuat dari bahan
tepung singkong dan minyak sayur.
”Plastik” dari tepung singkong ini diolah menjadi kantong belanja
dalam beragam ukuran, ketebalan, dan model. Juga diproduksi sebagai kantong
sampah, pelapis toilet duduk, dan apron. Sebagai kantong, kekuatannya sangat
memadai. Karena pori-porinya rapat, begitu terikat, kantong ini juga kedap
bau—misalnya saat digunakan membungkus terasi, ikan asin, atau makanan lain
yang beraroma kuat.
Karakter kantong dari tepung singkong ini berbeda dengan sejumlah
kantong plastik yang dilabeli istilah ramah lingkungan dan mulai dipakai
beberapa supermarket. Pada kantong plastik yang biasa disebut ramah lingkungan
itu, dicantumkan keterangan, kantong akan terurai dalam 10 bulan atau dua tahun
misalnya. Namun, masih terdapat campuran biji plastik di dalam kantong
tersebut. Akibatnya, ketika pecah menjadi potongan-potongan kecil, kantong itu
sebenarnya tetap bersifat pencemar dan tidak cukup aman diserap tanah dan tubuh
Sebaliknya, kantong berbahan tepung singkong sangat cepat terurai
hingga ke tingkat molekul. Setelah terurai pun, bahannya aman diserap tanah,
air, bahkan bisa dimakan, karena tidak mengandung unsur kimia dan racun. Dalam
rendaman air, kantong ini merapuh, baru kemudian terurai. Apabila dimasukkan
dalam air panas bersuhu 80 derajat celsius, kantong ini bahkan langsung terurai
menjadi seperti tepung. Setelah didinginkan, air bertepung itu aman digunakan
untuk menyiram tanaman, misalnya.
Kantong berbahan tepung singkong ini diproduksi di Balaraja,
Tangerang, oleh Enviplast sebagai pemegang hak paten. ”Pada 2011, Enviplast
masih dalam tahap memproduksi sampel. Kami bermitra menjadi distributor produk
ini karena memiliki visi dan misi yang sama,” ujar Betty.
Diusir
Betty bercerita, selama dua tahun pertama, ia lebih banyak
bersosialisasi memperkenalkan produk kantong ini, berikut misi kepedulian
terhadap isu lingkungan dan kesehatan yang terkandung di dalamnya. ”Bukan
sekali, saya diusir saat presentasi. Ada juga perusahaan besar yang malah
menawar kantong ini lebih murah dari kantong plastik biasa,” ujarnya.
Tantangan terberat bagi pemasaran kantong berbahan singkong ini
memang karena harga yang bisa lebih tinggi, hingga 40 persen, dibandingkan
kantong plastik biasa. Namun, harga kantong ini bisa diturunkan dengan
efisiensi ketebalan dan ukuran. ”Supaya lebih hemat, ukuran dan ketebalan
kantong bisa dibuat pas sesuai kebutuhan. Pada produksi kantong ini, penambahan
ukuran memang berarti penambahan bahan baku. Sama sekali tidak ada komposisi
kimia untuk mengubah ukuran tanpa menambah bahan baku seperti pada produksi
plastik,” ujar ibu dua anak ini.
Baru pada tahun 2014, Betty merasakan angin perubahan seiring
dengan makin tumbuhnya minat masyarakat pada gaya hidup “hijau”, serta
kesadaran menggunakan produk organik. Kini, Bio Sentra memasarkan sekitar
20.000 -50.000 kantong per bulan.
Kantong berbahan tepung singkong ini sudah digunakan menjadi
pengemas antara lain oleh sejumlah label produk makanan seperti Sour Sally, Sari
Roti, Pizza Hut Delivery, dan Healthy Choice. Hotel Shangrila Jakarta dan Rumah
Sakit Bunda Jakarta juga menggunakan kantong yang terbukti aman bagi kesehatan
tubuh dan lingkungan ini.
Secara pribadi, Betty sudah berkomitmen pada pola hidup yang sehat
dan ramah lingkungan, jauh sebelum ia memasarkan produk ini. Komitmen ini
bermula ketika Frederick (12), anaknya sejak kecil mengalami alergi berat. Uji
alergen dan pengobatan hingga Amerika Serikat dan Singapura tidak cukup
menolong buah hatinya itu. Kini Frederick tumbuh sehat berkat konsumsi
produk-produk organik, baik yang dimakan maupun dipakai di badan.
(NUR HIDAYATI)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !