SOSOK
Basiri Membangun Pertanian Hidroganik
Basiri mengembangkan pertanian terpadu hidroponik dan
organik (hidroganik) di Malang. Dia juga mengajari para petani secara gratis
dan mengajak anak muda untuk mau menekuni pertanian.
Oleh
DEFRI WERDIONO
Harian Kompas, 31 Agustus 2020
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Basiri (47) berdiri di sela padi IR-64 berumur satu bulan
yang ia tanam menggunakan sistem hidroganik di Desa Desa Kanigoro, Kecamatan
Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (6/8/2020).
Basiri (47) tak mau tinggal diam melihat lahan pertanian
yang semakin sedikit. Sejak enam tahun lalu, dia mengembangkan pertanian
terpadu hidroponik dan organik (hidroganik). Dia mendirikan Bengkel Mimpi,
tempat belajar pertanian hidgroganik.
Pada Rabu (5/8/2020) malam, Basiri baru saja menginjakkan
kaki di rumahnya, di Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa
Timur. Seharian penuh, bapak tiga anak itu berada di Dinas Pertanian Provinsi
Jawa Timur (Jatim) dan Institut Pertanian 10 Nopember Surabaya (ITS) di
Surabaya.
”Saya diminta bikin demplot hidroganik di lantai dua kantor
Dinas Pertanian Provinsi Jatim untuk dikenalkan ke masyarakat. Sekarang sedang
dikerjakan. Kalau dengan ITS, kemarin diskusi untuk sinergi. Mereka punya
teknologi, saya punya cara bertani. Nanti risetnya akan diaplikasikan di sini,”
tutur Basiri.
Rumah Basiri berada di dekat saluran irigasi dengan luas
pekarangan 1.200 meter persegi. Di pekarangan itu pula ia membuat 15 petak
instalasi hidroganik bertingkat terbuat dari pipa paralon, gelas plastik, dan
galvalum sebagai penyangga. Masing-masing instalasi memiliki ukuran 2 x 12
meter.
Bagian atas dimanfaatkan untuk menanam padi IR-64. Sebagian
petak berisi tanaman padi baru tanam dan sebagian lainnya berumur satu bulan.
Adapun bagian bawah petak dimanfaatkan untuk kolam ikan, seperti lele, nila,
dan koi.
Sementara samping petak hidroganik dipakai untuk kolam
sebagai tandon persediaan air sekaligus budidaya azolla. Adapun pekarangan sisi
barat dimanfaatkan untuk minapadi. Untuk mendukung pola budidaya ikan air
tawar, Basiri juga mengembangkan magot dengan memanfaatkan sampah organik.
Azolla dan magot punya nilai ekonomi tinggi untuk
menggantikan pakan buatan pabrik sekaligus memiliki kandungan nutrisi yang
bagus pula untuk pertumbuhan ikan.
Basiri menyebut sistem hidroganik yang ia kembangkan
membentuk rantai berputar dan saling memanfaatkan satu sama lain. Misalnya,
kotoran ikan akan dipompa ke pipa paralon di atas untuk melengkapi kebutuhan
nutrisi tanaman padi. Sementara tanaman padi bisa sebagai tempat budidaya ikan.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Basiri (47) dan pertanian hidroganik yang ia kembangkan di
Desa Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis
(6/8/2020).
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Hidroganik yang ia kembangkan juga memiliki sejumlah
keuntungan. Salah satunya keuntungan itu adalah produksi padi yang dihasilkan
lebih banyak dari pertanian konvensional. Dalam setahun Basiri bisa panen
sampai empat kali. Padahal, pertanian konvensional maksimal tiga kali panen,
itu pun di lahan dengan dukungan irigasi yang bagus.
”Jika pertanian konvensional butuh rentetan waktu tanam
lebih panjang dan menyesuaikan dengan cuaca (bagi lahan yang memiliki irigasi
terbatas), maka tidak dengan hidroganik. Satu petak ini bisa menghasilkan 40
kilogram gabah kering panen,” ujarnya.
Hidroganik memang tidak butuh waktu lama. Begitu panen,
media tanam (gelas plastik yang ditempatkan dalam pipa paralon) bisa diganti
dengan tanaman baru tanpa membuat persemaian khusus.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Basiri (47) memberikan pakan ikan yang dikembangkan secara
hidroganik di Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur,
Kamis (6/8/2020).
Hanya saja, menurut Basiri, sistem hidroganik membutuhkan
investasi besar di tahap awal. Untuk membuat satu instalasi berukuran 2 x 12
meter dibutuhkan dana sekitar Rp 6 juta sampai Rp 10 juta tergantung jenis
bahan. Namun, dana tersebut akan tertutup oleh penjualan hasil panen dalam
setahun. ”Umur instalasi cukup lama. Punya saya ini sampai empat tahun masih
bagus,” katanya.
Keuntungan lainnya adalah hasil panen ikan. Basiri biasa
memanen ikan tiap dua pekan sekali. Beberapa hari lalu ia baru saja memanen
lele dengan hasil 4 kuintal dari satu petak kolam. Penghasilan dari ikan cukup
menjanjikan karena pakan alami yang dikembangkan mulai bisa menggeser kebutuhan
akan pakan buatan.
Berbagi ilmu
Basiri terinspirasi membuat sistem pertanian terintegrasi
dengan bahan organik sejak tahun 2014. ”Saat itu, saya prihatin terhadap lahan
pertanian yang terus berkurang akibat peruntukan lain. Anak muda enggan ke
sawah. Sebagai petani, kita mengajak anak ke sawah saja sulit,” tuturnya.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Basiri (47) dan kandang jaring untuk memelihara black
soldier fly guna pengembangbiakan magot di Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran,
Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (6/8/2020).
Lulusan Sekolah Menengah Teknologi Pertanian Pagelaran
(sudah tutup) itu lalu mulai membuat instalasi hidroganik. Dia meninggalkan
pekerjaannya sebagai pengusaha toko bahan bangunan. Basiri memilih fokus untuk
mewujudkan angan-angannya.
Tidak mudah memulai sesuatu yang baru dan belum pernah
dibuat oleh warga sekitar. Cibiran miring dari orang lain sempat ia rasakan di
masa-masa awal. Mereka menilai tindakan Basiri aneh dan tidak biasa.
Basiri membutuhkan waktu riset dua tahun sehingga baru pada
2016 sistem tersebut menghasilkan buliran gabah. Satu tahun kemudian Basiri
mematenkan apa yang ia kembangkan. Upaya tidak berhenti sampai di situ. Saat
ini Basiri pun terus berupaya menyempurnakan apa yang dia buat.
Adapun Bengkel Mimpi hadir tahun 2016. ”Di Bengkel Mimpi,
saya berkegiatan (membuat instalasi) siang-malam. Saya punya mimpi bagaimana
menanam padi berbeda dari cara konvensional. Budidaya padi sesuai era dan bisa
menyiasati lahan yang semakin sempit. Saat itu ada orang bertanya apa nama
tempat ini? Saat itu tercetus begitu saja nama Bengkel Mimpi,” tuturnya.
Pertanian hidroganik yang dikembangkan Basiri (47) di Desa
Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (6/8/2020).
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Pertanian hidroganik yang dikembangkan Basiri (47) di Desa
Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (6/8/2020).
Saat ini ada sejumlah kegiatan di Bengkel Mimpi, di
antaranya memproduksi pupuk organik, budidaya padi dan ikan, memproduksi
instalasi hidroponik untuk dijual, hingga pendampingan ke petani yang ingin
mengembangkan pola pertanian serupa. Bagi petani yang tidak mampu, pelatihan
dilakukan secara cuma-cuma.
Saat ini di Bengkel Mimpi terdapat 20 anggota dengan latar belakang beragam, baik dari sekitar Malang maupun luar daerah. Sebagian besar dari mereka merupakan anak muda dengan umur sekitar 30 tahun. Mereka bertugas mulai dari mengurus manajemen, mengurus kerja sama dengan pihak lain, sampai memberikan pelatihan.
Kini, Bengkel Mimpi sering dikunjungi orang untuk belajar. Mereka bukan hanya petani, tetapi juga pelajar, mahasiswa, wirausahawan, dan karang taruna. Selain itu, Basiri juga sering diundang ke berbagai tempat untuk berbagi ilmu kepada orang lain.
Basiri
Lahir: Malang, 5 Agustus 1973
Istri: Novita Kartika Mayasari
Anak: 3
Pendidikan:
- SD Kanigoro 3, Malang (1987)
- SMPN 4 Kepanjen, Malang (1990)
- Sekolah Menengah Teknologi Pertanian (SMTP) Pagelaran,
Malang (1993)
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Basiri (47) dan pertanian hidroganik yang ia kembangkan di
Desa Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis
(6/8/2020).
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !