Pembiayaan
Menjadi Kunci Mewujudkan Transportasi Massal
Harian
Kompas Cetak | Selasa, 11 Agustus 2015
JAKARTA, KOMPAS —
Kota-kota besar sudah terjebak oleh masalah kemacetan. Kini mereka berupaya
agar kereta bisa menjadi solusi untuk mengatasi persoalan tersebut. Mereka
mempunyai harapan besar agar transportasi perkotaan itu bisa terwujud. Akan
tetapi, pembiayaan dalam proyek infrastruktur tersebut menjadi masalah.
Dengan populasi
penduduk lebih dari 28 juta jiwa, wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi (Jabodetabek) membutuhkan sistem transportasi massal untuk menopang
mobilitas warganya. Dalam situasi jalan yang kelebihan beban, kereta dinilai
menjadi moda angkutan massal yang ideal bagi wilayah ini.
Sejumlah pejabat kota
yang diwawancarai pekan lalu dan Senin (10/8) menyatakan, transportasi massal
dengan kereta api telah menjadi kebutuhan.
Studi Kementerian
Perhubungan dengan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) pada proyek
Jabodetabek Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
tahun 2012 mencatat, jumlah perjalanan harian komuter dari Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi ke Jakarta mencapai 6,9 juta perjalanan per hari,
sementara di dalam DKI Jakarta mencapai 18,7 juta perjalanan per hari.
Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama mengibaratkan Jakarta sebagai kota yang sakit karena
bertahun-tahun tertinggal dalam pembangunan transportasi massal. Beban jalan
semakin berat karena cepatnya laju pertumbuhan kendaraan pribadi. Oleh karena
itu, pihaknya mempercepat segala bentuk penguatan angkutan massal, termasuk
integrasi angkutan-angkutan umum dengan transjakarta serta kereta cepat massal
MRT dan kereta ringan LRT.
Daerah penyangga juga
menyatakan perlu untuk mempercepat pembangunan transportasi massal berbasis
kereta, yaitu LRT, selain kereta komuter KRL yang sudah ada.
Bupati Bogor
Nurhayanti dan Wali Kota Bogor Bima Arya percaya pembangunan LRT akan memecah
kepadatan lalu lintas komuter di Kabupaten Bogor yang berpenduduk 5,3 juta jiwa
dan di Kota Bogor yang berpenduduk 1,1 juta jiwa. Di wilayah Bogor Raya,
penumpang harian KRL yang berangkat dari Stasiun Bogor, Cilebut, Bojonggede,
dan Citayam berkisar 250.000 orang.
Sementara itu, Bekasi
merencanakan LRT yang menjangkau Kota Bekasi akan diintegrasikan dengan moda
transportasi lain. Untuk itu, Pemerintah Kota Bekasi meminta lokasi stasiun
kereta ringan harus dapat terakses oleh angkutan umum.
Kepala Dinas
Perhubungan Kota Bekasi Supandi Budiman mengatakan, kereta ringan yang
menjangkau Bekasi merupakan bagian dari koridor Cawang-Bekasi Timur. Di
sepanjang koridor itu menurut rencana terdapat tiga stasiun yang terdapat di
Kota Bekasi, yakni Bekasi Timur, Bekasi Barat, dan Jatibening. Jalur kereta ini
akan bersisian dengan Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
Pemerintah Kota
Tangerang telah menawarkan kepada Kementerian Perhubungan rencana penataan
Terminal Poris dan Stasiun Batu Ceper untuk menjadi transit oriented
development (TOD). Rencana ini untuk mengurai kemacetan yang ada. Dalam
Rencana Induk Transportasi Daerah, Terminal Poris yang bersatu dengan Stasiun
Kereta Batu Ceper akan menjadi pusat moda transportasi massal terintegrasi.
"Rencana
pembangunan TOD terminal terpadu ini sudah kami laporkan kepada Kementerian
Perhubungan. Pada dasarnya mereka setuju, apalagi Terminal Poris akan disatukan
dengan Stasiun Batu Ceper," kata Wali Kota Tangerang Arief R Wismanyah.
Pembiayaan
Wali Kota Bandung
Ridwan Kamil yang juga hendak membangun transportasi massal mengakui, salah
satu tugas terberat bagi kepala daerah adalah mewujudkan transportasi massal
terpadu. Akan tetapi, investasinya sangat mahal, sementara kondisi keuangan
daerah (APBD) amat terbatas.
Proyek monorel di
Bandung itu nilai invetasinya relatif mahal, sekitar Rp 6 triliun untuk dua
koridor dengan 37 stasiun. Karena keterbatasan APBD, pembangunannya
dilaksanakan secara bertahap, yaitu koridor I terlebih dahulu.
"Solusi
transportasi massal, pendanaannya tidak bisa hanya dari satu sumber. Seperti
halnya kereta cepat itu dibiayai oleh swasta. Oleh karena itu, bagi daerah yang
kondisi keuangannya sangat terbatas, akan sulit membangun sistem transportasi
massal berbasis rel, yang akhirnya mereka hanya mengandalkan angkutan kota dan
bus," ucap Ridwan.
Tiongkok serius
Pemerintah Tiongkok
menunjukkan keseriusannya bekerja sama dan mengembangkan kereta cepat di
Indonesia. Dalam proposal dan studi kelayakan yang diajukan, pengembangan
kereta cepat Jakarta-Bandung itu sejauh 150 kilometer. Menteri Pembangunan
Nasional dan Komisi Reformasi Tiongkok Xu Shaoshi mengatakan hal itu saat
bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta.
(SEM/UTI/DEN/MKN/PIN/ILO/BRO/WHY/MAR)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !